Filsafat Ilmu



PENDAHULUAN
            Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai pada dasar persoalan. Berfikir filsafat memiliki ciri berfikir khusus yaitu, analistis, pemahaman, deskriptif, dan evaluatif.  Dewasa ini, banyak kita temui berbagai tekhnologi mukhtahir dan cabang keilmuan yang beragam. Namun, tanpa kita sadari, banyak para ahli maupun orang awam tidak mengerti bagaimana proses terjadinya ilmu pengetahuan, bahkan tidak mengerti hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.
            Adapun kondisi terberat dewasa ini adalah apa yang dikenal degan “krisis pengetahuan”, krisis ini bukan karena berkurangnya ilmu pengetahuan, tapi lebih menyangkut menyempnya pengetahuan akibat reduksi-reduksi metodologis tertentu yang disertai dengan fragmentasi da instrumentalisasi ilmu pengetahuan. Yakni suatu krisis yang terjadi karena peralihan keadaan lama ke keadaan baru yang belum pasti. Dan keadaan inilah yang terjadi di tengah masyarakat. Dan melalui filsafat ilmu inilah krisis pengetahuan bisa kita pahami denagan melakukan kilas balik perjalanan ilmu.
            Filsafat ilmu sebagai rumpun filsafat juga mewarisi kerangka berfikir yang mendalam, mengakar dan tersistem. Filsafat ilmu dapat dipahami sebagai segenap pemikiran reflektif, radikal, dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan. Landasan dan hubungannya dengan segalas segi kehidupan manusia. Dari filsafat ilmu inilah kerangka suatu pengetahuan tersusun hingga dapat kita nikmati sebagai suatu bidang ilmu yang ada sekarang ini. Selain itu, filsafat ilmu juga dapat dilihat dari sisinya sebagai suatu bidang ilmu tersendiri.
            Dari pembahasan sederhana ini, penulis akan memcoba memaparkan beberapa pembahasan mengenai filsafat ilmu yang mencakup pengertian filsafat ilmu, signifikasinya, antara filsafat ilmu dengan epistimologi, problematika filsafat ilmu, objek kajiannya, serta ruang lingkup filsafat ilmu.


PEMBAHASAN
Pengertian Fisafat Ilmu
            Filsafat ilmu adalah salah satu kajian filsafat yang sering dianggap sebagai bagian dari epistimologi oleh beberapa kalangan. Secara umum, filsafat ilmu dapat dipahami dari 2 sisi, yaitu :
1. Sebagai disiplin ilmu
2. Sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan
            Pertama, filsafat ilmu sebagai disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari bidang khusus, yakni ilmu pengetahuan. Maka, dalam artian mempelajari filsafat ilmu sama dengan mempelajari berbagai hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan secara filosofis.
            Ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan representasi fakta, atau ungkapan kembali sebuah fakta. Perlu dilakukan suatu upaya dalam pembentukan ilmu pengetahuan dari suatu fakta atau peristiwa yang kompleks dan tidak beraturan, yang disebut representasi fakta. Dalam upaya, representasi ini, tentu ada proses yang termsuk di dalamnya simplifikasi dan reduksi. Karena memang tugas ilmu pengetahuan untuk membuat fakta yang komplek dan tidak beraturan itu menjadi sederhana dan dapat dipahami.
            Kedua, sebagai landasan filosofis bagi ilmu pengetahuan. Sepanjang sejarah ilmu pengetahuan, eksistensi filsafat ilmu tidak dapat dinafikan karena ia merupakan landasan filosofis bagi tegaknya suatu ilmu. Adanya temuan ilmu-ilmu pengetahuan tidak datang secar tiba-tiba, tetapi ada proses yang tidak sederhana, bahkan pola pikir di belakangnya sangat menentukan. Maka dalam pembangunan ilmu pengetahuan harus disertai suatu pemahaman dan kesadaran terhadapa kerangka filosofis yang mendasarinya. Dalam filsafat ilmu, proses dan hasil keilmuan sangat ditentukan oleh landasan filosofis yang mendasarinya, yang memang berfungsi memberikan kerangka, mengarahkan, dan menentukan corak dari suatu bidang keilmuan.
            Baik epistimologis, maupun filsafat ilmu sama-sama merupakan cabang dari filsafat yang secara khusus mengkaji tentang ilmu. Tidak dapat dipungkiri, apabila keduanya memiliki banyak persamaan, walaupun tetap terdapat perbedaan. Perbedaan antara keduanya terletak pada objek material. Epistimologi menjadikan pengetahuan sebagai objek materialnya. Sedangkan filsafat ilmu, objek materialnya adalah ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, filsafat ilmu tidak hanya berhenti membicarakan tentang cara penelenggaran ilmu dalam kenyataan, namun lebih mempermasalahkan pada masalah metodologik mengenai asas-asas penyebab ilmu menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan ilmiah.

Signifikasi Filsafat Ilmu
            Sampai saat ini, kita telah mengenal banyak temuan berharga di bidang keilmuan. Temuan-temuan ini sudah tentu telah melalui proses yang panjang, dan bahkan terus diupayakan pengembangannya. Namun, pernahkah terbesit di otak kita bagaimana rancang bangun ilmu tersebut? Struktur logis yang bagaimana yang berkerja di balik kelahiran, pertumbuhan, dan perkembangan ilmu tersebut?. Beberapa pertanyaan ini kemudian mendapatkan perhatian serius dari bebeapa cendekiawan muslim, Al-Jabiri misalnya. Dengan proyeknya naqd al-‘aql al-‘araby, ia mengklasifikasi nalar (epistimologi) Arab-Islam ke dalam tiga pola, yaitu bayani, ‘irfani, dan burhani.¹
            Dalam sejarah pemikiran Barat, para filosof mereka telah memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan realitas bertahun-tahun lamanya. Hingga mampu melahirkan berbagai idealisme yang mewarnai setiap penggal sejarah, seperti  hylemorfisisme Aristoteles, emanasi dan ekstasi nya Plato, dan lain-lain.
            Berbagai temuan di bidang metafisika ini, mendorong seorang Rene Decrates untuk berfikir “bagaimana cara filsuf sampai pada kesimpulannya?”. Sejak inilah, kajian epistimologis mendapatkan tempatnya dalam khazanah ilmu. Rene Decrates sendiri terkenal dengan teorinya yang berbunyi “cogito ergo sum” yang artinya adalah “saya berfikir, maka saya ada”, yang kemudian mengantarkannya sebagai pelopor aliran rasionalisme. Namun, aliran ini mendapat reaksi buruk dari David Dume yang berpegang pada teori empirismenya. Dua aliran ini, kemudian dapat didamaikan oleh Immanuel Kant dengan teori Kritisismenya.
            Semakin maraknya kajian epistimologi ini juga mengantarkan filfuf atau ilmuwan mana Renaisance waktu itu untuk melakukan penyelidikan dalam bidang fisika-alam. Maka lahirnya berbagai penemuan dalam bidang fisika-alam, dan semakin reduplah pesona kajian tentang epistimologi waktu itu. Yang akhirnya, ilmu fisika-alam memisahkan dirinya dari induknya, yakni filsafat-alam.
            Seorang filsuf bernama Francis Bacon melihat pentingnya menerangkan terjadinya ilmu-ilmu, untuk itu ia menulis karya yang berjudul Novum Organum yang berisi perangkat baru dalam penyelidikan. Dari sinilah, akhirnya Bacon kemudian disebut dengan perintis Filsafat Ilmu. Penyelidikan tentang hakikat ilmu ini, kemudian banyak diikuti oleh ilmuwan-ilmuwan sesudahnya. Selanjutnya, kajian filsafat ilmu mengalami perkembangan besar, sehingga lahirlah suatu kelompok kajian yang disebut “Lingkaran Wina” (Vienna Circle).
            Jika ilmu alam merupakan tahapan baru dari metafisika, maka filsafat ilmu sebenarnya merupakan tahapan baru dari epistimologis yang menyelidiki proses keilmuan manusia.

Dari Epistimologis ke Filsafat Ilmu
            Pada dasarnya, baik epistimologis maupun filsafat ilu sama-sama membicarakan soal keilmuan. Namun jika kita mengkaji lebih dalam, terdapat perbedaan dalam objek materialnya. Yakni dalam hal ini, epistimologis menjadikan pengetahuan sebagai objek materialnya, sedang filsafat ilmu, objek kajiannya adalah ilmu pengetahuan.
            Epistimologi sendiri berasal dari bahasa Yunani, episteme yang berarti pengetahuan dan logos  yang artinya ilmu. Dalam bidang ini, terdapat 3 hal pokok, yakni :
a. Apakah sumber-sumber pengetahuan itu?
b. Apakah sifat dasar pengetahuan itu?
c. Apakah pengetahuan kita itu benar?          
            Tiga persoalan pokok diatas merupakan objek formal dari epistimologi, sekaligus objek formal dari filsafat ilmu sebagai perspektif dalam melihat objek materialnya, ilmu. Dari sinilah, kemudian dikenal istilah hakikat ilmu, atau struktur fundamental ilmu, yang lain adalah persoalan-persoalan diatas.
            Sampai disini, bisa dikatakan bahwa filsafat ilmu merupakan perkembangan kebih jauh dari epistimologi. Atau bisa dikatakan bahwa epistimologi sebenernya telah memperoleh garapan baru, sekaligus maknanya luas sampai pada “garapan” filsafat ilmu.

Problematika Filsafat Ilmu
            Dalam rangka membangun wawasan dan upaya perkembangan keilmuan, problematika filsafat ilmu dapat diidentifikasi menjadi beberapa hal berikut in :
1.      . Mempelajari stuktur fundamental (fundamental structure) suatu ilmu
            Struktur fundamental suatu ilmu adalah hakikat ilmu itu sendiri. Melihat ilmu dari aspek ini merupakan sumbangan dari epistimologis, yakni lebih menitikberatkan pada prespektif apa yang digunakan suatu ilmu untuk memahami objek kajiannya. Dalam perkembangan keilmuan, struktur fundamental juga bisa dipahami sebagai kerangka paradigma keilmuan (asumsi filosofis), yang dengannya bisa dilihat konsistensi  kerja konsep-konsep atau teori-teori keilmuan. Kerangka kerja teoretik memrankan peran penting dalam menentukan apa yang dianggap sebagai permasalahan dan apa yang dianggap sebagai pemecahan masalah tersebut.
2.      Mempelajari struktur logis (logical stucture) suatu ilmu
            Struktur logis suatau ilmu berhubungan dengan pandangan dunianya karena masing-masing ilmu punya karakteristik yang berbeda satu sama lain dan memiliki logikanya tersendiri. Dengan melihat srtuktur logis suatu ilmu pada suatu sisi, akan dipahami tipe tipe argumen yang digunakan sekaligus landasan filosofis logisnya.
3.      Sesuai dengan sifat heuristik dari filsafat, filsafat ilmu berusaha mencari terobosan baru agar suatu ilmu tetap dapat survive, marketable, aktual, dan berguna.
            Filsafat ilmu diperlukan untuk kepentingan pengembangan filsafat itu sendiri maupun untuk pengembangan disiplin keilmuan lainnya. Hal demikian dapat dipahami, karena filsafat menanamkan kebiasaan dan melatih akal pikiran untuk bersikap kritis analistis dan mampu melahirkan ide-ide segar yang dibutuhkan.    
4.      Melakukan kritik (analisis kritis)
            Filsafat ilmu tidak ada henti-hentinya melakukan kritik terhadap setiap ilmu dan perkembangannya, terutama diarahkan pada keselarasan tiga aspek yakni, epistimologis, metafisika, dan aksiolagis.

Objek Kajian Filsafat Ilmu
Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan mempunyai 2 macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material berupa sasaran suatu penyelidikan. Sebagai contohnya tubuh manusia menjadi objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah metode dalam memahami objek material tersebut.
Begitu juga filsafat, filsafat memiliki 2 objek yaitu objek material dan objek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas tiga bagian, yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
            Sebagaiman diungkap sebelumnya, Filsafat Ilmu dapat dipahami dalam dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis suatu ilmu pengetahuan.
a.       Cakupan istilah “ilmu”
            Sebagaimana dipahami bahwa filsafat ilmu pada awalnya dianggap filsafat sains, karena dianggap sebagai anak sulung. Namun seiring dengan proses kelahiran ilmu-ilmu, filsafat ilmu sebagai sebuah disiplin memiliki objek kajian yang cukup luas yaitu yang mulai dari masuk dalam kategori ilmu pengetahuan, ilmu sains, baik natural sains maupun sosial sains hingga ilmu humanities.
b.      Landasan filosofis bagi ilmu
            Dalam segala bidang keilmuan, proses dan hasil sangat ditentukan oleh landasan filosofis yang mendasarinya yang berfungsi memberikan kerangka, mengarahkan, dan menentukan corak keilmuan yang dihasilkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, kedudukan,Tujuan, dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

Konsep Tasawuf Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

مذهب الشيعة و آرائهم الكلامية